For Sale

Minggu, 09 Oktober 2011

BELIATN




Tari Beliatn yang bermaksud mengusir penyakit yang diganggu oleh roh – roh jahat. Beliatanterdiri dari bermacam jenis antara lain : Beliatn Bawo, Beliatn Sentiu, Kenyong, Beliatn Nalitn Tautn, Beliatn Ngeragaq, Beliatn Banyukng, Beliatn Melas Anak, dan lain – lain. Acara adat tersebut dilaksanakan jika ada warga yang sakit di Kampung.
tari beliatn
Di kalangan masyarakat Dayak Benuaq, Tonyooi dan Rentenukng yang relatif mempercayai adanya kekuatan-kekuatan gaib yang terdapat pada segala macam mahluk hidup dan benda mati, seperti: manusia, binatang, tumbuhan, batu, gunung dan lain sebagainya. Kepercayaan terhadap kekuatan gaib ini justeru mempererat hubungan antara manusia dengan kosmos. Apabila terjadi suatu pelanggaran di dalam aturan masyarakat, maka seringkali dihubungkan dengan kepercayaan terhadap terjadinya ketidak seimbangan kosmos.

sumber kubarkab.go.id dan rozy.web.id

TRADISI TELINGA PANJANG SUKU DAYAK


Tradisi memanjangkan daun telinga oleh Suku dayak kini mulai berkurang dan bahkan hampir punah, namun di Daerah Kalimantan Timur masih ada sebagian suku dayak yang memelihara tradisi ini.
Di Kalimantan Timur, tradisi ini masih terus dilakukan oleh orang-orang Dayak Kenyah, Bahau, dan Kayan. Di kalangan orang Dayak Kenyah, baik laki-laki maupun perempuan memiliki daun telinga yang sengaja dipanjangkan, akan tetapi panjangnya berbeda-beda antara laki-laki dan perempuan. Kaum laki-laki tidak boleh memanjangkan telinganya sampai melebihi bahunya, sedang kaum perempuan boleh memanjangkannya hingga sebatas dada.
Proses penindikan daun telinga ini sendiri dimulai sejak masa kanak-kanak, yaitu sejak berusia satu tahun. Kemudian setiap tahunnya mereka menambahkan satu buah anting atau subang perak. Anting atau subang perak yang dipakai pun berbeda-beda, gaya anting yang berbeda-beda ini menunjukkan perbedaan status dan jenis kelamin. Seperti misalnya kaum bangsawan memiliki gaya anting sendiri yang tidak boleh dipakai oleh orang-orang biasa.
suku dayak
Sedangkan menurut penduduk Dayak Kenyah, pemanjangan daun telinga di kalangan masyarakat Dayak secara tradisional berfungsi sebagai penanda identitas kemanusiaan mereka.
Menurut penelitian Dr. Yekti Maunati yang berkunjung ke Desa Long Mekar, sebuah desa Dayak di mana Dayak yang „otentik? yang serupa dengan orang Dayak yang hidup di pedalaman tinggal, ternyata penduduk Desa Long Mekar sendiri tidak semua memiliki tato dan daun telinga yang panjang. Belakangan, terbukti bahwa hal ini hanya sebagian benar, karena banyak orang yang telah memotong daun telinga mereka yang [dulu sudah terlanjur] panjang. Pemotongan daun telinga ini sendiri dilakukan di rumah sakit melalui sebuah operasi kecil. Hanya sedikit penduduk yang masih memiliki daun telinga yang panjang, itupun kebanyakan para manula yang berusia di atas 60 tahun. Dr. Yekti Maunati kemudian menceritakan mengenai perbincangannya dengan seorang perempuan tua bernama Mamak Ngah, yang sejak kedatanganya di Long Mekar dulu sudah memotong daun telinganya yang semula panjang. Berikut isi perbincangannya.
“Saya malu bertelinga panjang. Jadi saya pun memotongnya seperti yang dilakukan banyak orang lainya. Saya punya pengalaman buruk ketika orang-orang menertawakan saya karena daun telinga saya yang  panjang itu. Ketika saya pergi ke Samarinda untuk pertama kalinya dulu, orang-orang datang dan mengerumuni saya dan memandangi saya seolah-olah saya ini orang aneh. Mereka berkata, „Dia itu orang Dayak…dia makan manusia.? Mereka menyentuh daun telinga saya yang panjang itu. saya merasa sangat tersinggung. Saya diperlakukan seolah saya ini sebuah benda. Saya putuskan untuk memotong daun telinga saya yang panjang agar orang tidak lagi selalu menonton saya dan mengira saya makan manusia. Dengan begitu orang tidak akan mengira kalau saya ini seorang Dayak. Tentu saja, orang masih bisa melihat tato-tato saya, tetapi saya bisa menyembunyikannya dengan mengenakan rok panjang dan baju berlengan panjang”.
Bila kita analisis lebih lanjut, timbulnya rasa malu tersebut turut disebabkan oleh modernisasi dan globalisasi yang mulai merasuki kehidupan masyarakat Dayak. Globalisasi ini kemudian membuat rakyat Dayak menjadi kurang menghargai nilai-nilai budaya yang mereka miliki, karena mereka menjadi lebih menghargai nilai-nilai yang berlaku di dunia internasional. Kebiasaan memanjangkan telinga yang tidak biasa di dunia internasional membuat warga Dayak menjadi berada dalam kebingungan mengenai haruskah mereka melestarikan nilai-nilai budaya mereka, yang kini diangap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman?
Dulu, sebelum globalisasi dan modernisasi masuk ke kehidupan masyarakat Dayak, mereka sangat menghargai nilai-nilai budayanya, dalam hal ini memanjangkan daun telinga yang dianggap sebagai pertanda bahwa mereka adalah bangsa yang beradab. Namun sejak globalisasi masuk, muncul anggapan bahwa bangsa yang beradab bukan seperti apa yang mereka pikirkan selama ini. Mereka mulai merasa mereka berbeda dari bangsa atau suku lain,  yang mendapat cap “beradab” lebih dari mereka. Keberbedaan itu lantas menimbulkan
keraguan dalam diri mereka, sehingga pada akhirnya mereka menjadi nilai budaya yang mengatakan bahwa memanjangkan daun telinga adalah tanda suatu bangsa yang beradab. Penolakan terhadap nilai budaya inilah yang kemudian menyebabkan hanya sedikit warga Dayak, terutama kalangan muda, yang masih menjalankan kebiasaan memanjangkan daun telinga.
Padahal daun telinga yang panjang tersebut merupakan hal yang unik, yang dikagumi oleh masyarakat non-Dayak. Tidak seharusnya masyarakat Dayak malu akan penanda fisik tersebut, karena rasa malu itu pada akhirnya dapat menyebabkan punahnya salah satu nilai budaya di masyarakat Dayak.

Sumber : http://www.wisatakaltim.com
sumber : 

HUDOQ


Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari kahyangan. Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa memanggil roh baik maupun roh jahat. Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang. Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak. Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13 dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi. Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan. Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq. Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung dengan para Hudoq. Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean, Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan lancar. Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini, menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa diterjemahkan oleh sang Dayung. Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam, apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama. Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali. Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi. Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.

Sumber Asli : http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES

SAMPEK DAYAK




http://www.youtube.com/watch?v=Msv8AV0mW00&feature=related


Sampek adalah alat musik tradisional Suku Dayak. Alat musik ini terbuat dari berbagai jenis kayu. Namun, yang paling sering dijadikan bahan adalah kayu arrow, kayu kapur, dan kayu ulin dan dibuat secara tradisional. Proses pembuatan bisa memakan waktu berminggu minggu. Dibuat dengan 3 senar, 4 senar dan 6 senar. Biasanya sampek akan diukir sesuai dengan keinginan pembuatnya, dan setiap ukiran memiliki arti.[1]

Sabtu, 08 Oktober 2011

TARIAN DAYAK









DAYAK TUNJUNG



Suku Tunjung/Dayak Tunjung adalah suku bangsa yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat (24,2%), Kalimantan Timur[1]
Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan :[2]
  1. Long Iram, Kutai Barat
  2. Tering, Kutai Barat
  3. Linggang Bigung, Kutai Barat
  4. Barong Tongkok, Kutai Barat
  5. Melak, Kutai Barat
  6. Sekolaq Darat, Kutai Barat
  7. Muara Pahu, Kutai Barat
  8. Kecamatan Mook Manor Bulatn, Kutai Barat
  9. Desa Enggelam, Muara Wis, Kutai Kartanegara
  10. Desa Kelekat, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
  11. Desa Bukit Layang, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
  12. Desa Pulau Pinang, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
  13. Desa Lamin Telihan, Kenohan, Kutai Kartanegara
  14. Desa Teluk Bingkai, Kenohan, Kutai Kartanegara
  15. Desa Lamin Pulut, Kenohan, Kutai Kartanegara
Tonyoy-Benuaq merupakan nama lain dari Tunjung-Benuaq. Kedua Suku Dayak ini merasa tidak terpisahkan baik dari segi sosial dan budaya. Namun sering pula disebutkan secara terpisah yaituSuku Dayak Tunjung dan Suku Dayak Benuaq.


Paguyuban


Dewasa ini terdapat paguyuban/ormas untuk menyatukan kedua sub-etnis ini yaitu Sempekat Tonyoi BenuaqSTB juga merupakan anggota Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT).

STA (Sempekat Tonyoi ASA), gabungan sepuluh kampung dengan nama akhir asa seperti
  1. Balok Asa
  2. Juhan Asa
  3. Ngenyan Asa
  4. Muara Asa
  5. Pepas AsA
  6. Asa
  7. Ombau Asa
  8. Geleo Asa
  9. Gemuhan Asa.

[sunting]Dialek

Dari segi Dialek, Dayak Tunjung juga terbagi setidaknya menjadi tiga jenis, ada yang di sebut Tunjung Tengah, suku tersebut berdomosili di Wilayah Kecamatan Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Melak dan Mook Manaar Bulatn dan memiliki logat sedikit keras. Dialek Tunjung lainnya adalah Tunjung Rentenuukng, Masyarakat Tunjung Rentenuukng lebuk banyak mendiami daerah Pesisir Sungai Mahakam mulai dari Kecamatan Long Iram, Kecamatan Tering, Kecamatan Linggang Bigung dan beberapa kampung di wilayah kecamatan Mook Manaar Bulatn.

[sunting]Organisasi Lain

Di daerah Tunjung Benuaq terdapat beberapa organisasi kepemudaan seperti:
  1. KPADK (Komando Pertahanan Adat Dayak Kalimantan)
  2. LPADKT (Laskar Pertahanan Adat Dayak Kalimantan Timur)
  3. Punggawa
  4. dll

[sunting]Tokoh-tokoh Suku Dayak Tunjung

  • [DRYurnalis Ngayoh MM], Mantan Gubernur Kalimantan Timur.
  • [[Ismail Thomas SH,M.Si Bupati Kabupaten Kutai Barat 2006 - 2011, 2011 - 2016.
  • Y. Dullah, Ketua Presidium Dewan Adat, Kutai Barat.
  • Drs Thomas Edison M.Si Dirjen Bimas Kristen Protestan Depag RI jakarta
  • Prof DR Louren Edison Dosen Pasca Sarjana UNAIR Surabaya
  • Kolonel Yohanes Ubad Mantan Mawil hansip Bankalan Madura (almarhum)
  • DR.Elyas Malat Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pelita harapan Jakarta
  • Samsudin Saudagar/Pengusaha diJakarta (almarhum)
  • Yahya Ibung SH tokoh dayak tunjung di Balikpapan
  • Drs.Melki Kamuntik MA.Kepala Bimas Kriten Protestan Kaltim
  • DR.Samson Dosen Fakultas Perikanan Unmul Samarinda
  • DR.Theresia Malat Dosen unmul Samarinda
  • Maria Margareta Puspa Rini SE Anggota DPRD Kaltim
  • Drs. Thamus Bodjer MM Wakil Ketua STB Kaltim

Suku Tunjung/Dayak Tunjung
Jumlah populasi
kurang lebih 76.000, .
Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai BaratKalimantan Timur76.000
Bahasa
Tunjung ( tjg ), Indonesia
Agama
Kristen Protestan,Katolik,Islam.
Kelompok etnis terdekat
suku Dayak(Rumpun Ot Danum)

KALIMANTAN TIMUR


Kalimantan Timur adalah wilayah yang berstatus provinsi di Indonesia. Provinsi ini merupakan salah satu dari empat provinsi di Kalimantan.
Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia, dengan luas wilayah 245.237,80 km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa danMadura atau 11% dari total luas wilayah Indonesia. Provinsi ini berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara Bagian Sabah dan Serawak,Malaysia Timur.

Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau, wilayah ini sangat jarang penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda terdapat beberapa kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing MartadipuraKesultanan Pasir dan Kesultanan Bulungan.
Wilayah Kalimantan Timur meliputi Pasir, Kutai, Berau dan juga Karasikan diklaim sebagai wilayah taklukan Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit di Negara Dipa (Amuntai) hingga masa Kesultanan Banjar. Sebelum adanya perjanjian Bungaya, Sultan Makassar pernah meminjam tanah untuk tempat berdagang meliputi wilayah timur dan tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar sewaktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan Sultan Tallo I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang[7], mangkubumi dan penasehat utama bagi Sultan Muhammad Said, Raja Gowa tahun 1638-1654[8][9] yang akan menjadikan wilayah Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo)[7] sejak itulah mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Sejak 13 Agustus 1787Sunan Nata Alam dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur mejadi milik perusahaan VOC Belanda dan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa menjadi daerah protektorat VOC Belanda.
Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia-Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. [10] Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. [11] Kaltim merupakan bagian dari Hindia Belanda.[12] Kaltim 1800-1850.[13] Dalam tahun 1879, Kaltim dan Tawau merupakan Ooster Afdeeling van Borneo bagian dari Residentie Zuider en Oosterafdeeling van Borneo. [14] Dalam tahun 1900, Kaltim merupakan zelfbesturen (wilayah dependensi)[15] Dalam tahun 1902, Kaltim merupakan Afdeeling Koetei en Noord-oost Kust van Borneo.[16][17] Tahun 1942 Kaltim merupakan Afdeeling Samarinda dan Afdeeling Boeloengan en Beraoe.[18]
Provinsi Kalimantan Timur selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan ekologis dan historis. Kalimantan Timur sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.
Sebelumnya Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan TimurKalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.

Pembentukan Provinsi Kalimantan Timur


Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kalimantan Timur, dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 1959, Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).

Lembaran Negara No.72 Tahun 1959 terdiri atas:
  • Pembentukan 2 kotamadya, yaitu:
  1. Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibukotanya dan sekaligus sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur.
  2. Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibukotanya dan merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur.
  • Pembentukan 4 kabupaten, yaitu:
  1. Kabupaten Kutai, dengan ibukotanya Tenggarong
  2. Kabupaten Pasir, dengan ibukotanya Tanah Grogot.
  3. Kabupaten Berau, dengan ibukotanya Tanjung Redeb.
  4. Kabupaten Bulungan, dengan ibukotanya Tanjung Selor.

[sunting]


Pembentukan Kota dan Kabupaten Baru


Gedung DPRD Kaltim
Berdarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif Bontang di wilayah Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1989, maka dibentuk pula Kota Madya Tarakan di wilayah Kabupaten Bulungan. Dalam Perkembangan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka dibentuk 2 Kota dan 4 kabupaten, yaitu:
  1. Kabupaten Kutai Barat, beribukota di Sendawar
  2. Kabupaten Kutai Timur, beribukota di Sangatta
  3. Kabupaten Malinau, beribukota di Malinau
  4. Kabupaten Nunukan, beribukota di Nunukan
  5. Kota Tarakan (peningkatan kota administratif Tarakan menjadi kotamadya)
  6. Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya)
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka Kabupaten Pasir mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pada tanggal 17 Juli 2007DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan kabupaten/kota di Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.

Suku Bangsa


Tarian dari warga Suku Dayak Kenyah.
Kalimantan Timur memiliki beberapa macam suku bangsa. selama ini yang dikenal oleh masyarakat luas, padahal selain dayak ada 1 suku yang juga memegang peranan penting di Kaltim yaitu suku Kutai. Suku Kutai merupakan suku melayu asli Kalimantan Timur, yang awalnya mendiami wilayah pesisir Kalimantan Timur. Lalu dalam perkembangannya berdiri dua kerajaan Kutai, kerajaan Kutai Martadipura yang berdiri lebih dulu dengan rajanya Mulawarman, lalu berdiri pula belakangan kerajaan Kutai Kartanegara yang kemudian menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura, dan lalu berubah nama menjadi kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Di Kalimantan Timur terdapat juga banyak suku suku pendatang dari luar, seperti Banjar, Bugis, Jawa dan Makassar. Bahasa Banjar,Jawa dan Bahasa Bugis adalah dua dari banyak bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat Kalimantan Timur. Suku Banjar dan Bugis banyak mendiami Kalimantan, Samarinda, Sangatta dan Bontang. Sedangkan suku Jawa banyak mendiami Samarinda dan Balikpapan.

[sunting]Bahasa Daerah

Bahasa-bahasa daerah di Kalimantan Timur merupakan bahasa Austronesia dari rumpun Malayo-Polynesia, diantaranya adalah Bahasa Tidung,Bahasa BanjarBahasa Berau dan Bahasa Kutai. Bahasa lainnya adalah Bahasa Dayak.

Kalimantan Timur
—  Provinsi  —
Lambang Kalimantan Timur
Lambang
MottoRuhui Rahayu
(Bahasa Banjar: "kehidupan yang harmonis, sejahtera, aman dan tenteram")
Peta lokasi Kalimantan Timur
Negara Indonesia
Hari jadi1 Januari 1957
Dasar hukumUU No. 25 Tahun 1956
Ibu kotaSamarinda
Koordinat2º 25' LS - 4º 24' LU
113º 44' - 119º 00' BT
Pemerintahan
 - GubernurAwang Faroek Ishak
 - DAURp. 51.446.845.000,-(2011)[1]
Luas[2]
 - Total245.237,80 km2
Populasi (2010)[3]
 - Total3.550.586
 Kepadatan14,5/km²
Demografi
 - Suku bangsaJawa (29,55%), Bugis(18,26%), Banjar (13,94%),Dayak (9,91%), Kutai(9,21%), dan suku lainnya 19,13%. [4]
 - AgamaIslam (82,3%), Kristen (Protestan & Katolik) (16,4%), Hindu (0,58%), dan Budha (0,78%) (2009)[5]
 - BahasaBahasa IndonesiaBanjar,DayakKutai
Zona waktuWITA (UTC+8)
Kabupaten10
Kota4
Kecamatan122[6]
Desa/kelurahan191 / 1.347[6]
Lagu daerahIndung-Indung, Buah Bolok, Lamin Talunsur
Rumah tradisionalRumah Lamin
Senjata tradisionalMandau, Bujak, Serepang, Kelibit, Sumpit, Gayang

sumber : wikipedia